Dua tahun terakhir
popularitas sengon memang meningkat. Padahal, ia dikenal sebagai kayu kelas 3.
Penyebabnya? ‘Kerusakan hutan alam sangat parah. Laju degradasi 2,87-juta ha
per tahun menyebabkan hutan tak mampu lagi menjadi pemasok kayu untuk bahan
baku industri,’ kata Ridwan Achmad Pasaribu, periset Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan.
Menurut Dr Iskandar Zul
Siregar, dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, pada 1990 tercatat
564 perusahaan hak pengusahaan hutandengan produksi 28-juta ton. Jumlahnya
tersisa 247 perusahaan yang Menghasilk an 11-juta ton pada 2003. ‘Penebangan
ilegal bisa 4 kali lipat dari total produksi itu,’ ujar Iskandar. Ketika luas
hutan kian menyusut, di sisi lain justru, ‘Kebutuhan kayu sangat tinggi dan
taktergantikan,’ ujar doktor Genetika Kehutanan dan Pemuliaan Tanaman alumnus
Georg-August University, Goettingen, Jerman, itu. Ketika itulah masyarakat dan
industri yang membutuhkan kayu melirik sengon. Kayu sengon memang tak sekeras
jati. Namun, dengan perendaman dalam garam wolman, kayu sengon mampu bertahan
30-45 tahun. Garam wolman campuran 25% natrium fl uorida, 25% dinatrium
hidrogen arsenat, 37,5% natrium kromat, 12,5% dinitro fenol. Teknologi lain
untuk memperkuat sengon adalah biokomposit. Sengon yang tak sekuat jati
dicampur dengan kayu lain sesuai dengan peruntukan.
Pantas bila sengon
banyak dikebunkan di berbagai daerah seperti di Kabupaten Ciamis dan Kotamadya
Banjar, Jawa Barat, Temanggung dan Banyumas (Jawa Tengah), serta Pasuruan dan
Kediri (Jawa Timur).
Masyarakat
berbondong-bondong mengebunkan sengon lantaran masa tebang relatif singkat 5-10
tahun. Bandingkan dengan masa tebang jati Tectona grandis yang mencapai 25-35
tahun.
Selain itu, ‘Pengelolaan
budidaya sengon mudah, kesesuaian tumbuh tak sulit, kayunya serbaguna, dan
memperbaiki kualitas serta kesuburan tanah,’ ujar Yana Sumarna MS, periset
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Itu juga disampaikan Sapari karyawan
PT Waskita Karya-BUMN di bawah Departemen Pekerjaan Umum-yang mengebunkan
sengon di Ngadirojo,Kecamatan Lorok, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Budidaya sengon itu
mudah, risikonya tak terlalu besar, dan pasarnya ada,’ kata Sapari yang sebulan
sekali pulang ke Pacitan untuk menengok kebun sengon. Bagi Sapari mengebunkan
sengon adalah tabungan untuk pensiun kelak. Saat ini 1.200 sengon di ketinggian
450 m dpl berumur 3 tahun. Dua tahun lagi ketika pria 53 tahun itu pensiun,
Sapari juga memanennya.
Sengonisasi
Sebelum pekebun
ramai-ramai membudidayakan anggota famili Mimosaceae itu, Departemen Kehutanan
meluncurkan program sengonisasi pada 1989. Tujuannya untuk menyelamatkan dan
melestarikan hutan serta lahan. Dari target 300.000 ha, realisasi penanaman
hanya 35.039 ha. Perkebun yang mendapat benih gratis dalam program itu memanen
sengon pada 1997-1998 ketika pohon berumur 7-8 tahun. Ikin Sodikin, pekebun di
Kotamadya Banjar, Jawa Barat, memanen 5.500 pohon pada 1997 hasil program
sengonisasi. Ia memperoleh 2.000 m3 kayu senilai Rp250-juta. Omzet menjulang
itulah yang mendorong pria kelahiran 11 Januari 1954 getol mengebunkan sengon
di lahan 50 ha. Ia tak menyangka bakal meraup pendapatan besar.
Persis yang dialami
Shandy Lazuardi, pekebun di Cimanggis, Kotamadya Depok, Jawa Barat. Sepuluh
tahun silam ia ‘iseng-iseng’ menanam 40 bibit sengon di lahan kritis. Ia
praktis tak memberikan perawatan berarti hingga Paraserianthes falcataria itu
tumbuh besar. Seorang pengepul yang kebetulan lewat kebun sengon terpikat dan
langsung menawar. Jadilah, pohon itu ditebang oleh sang pengepul dan Lazuardi
mengantongi Rp24-juta. Kisah selanjutnya mudah ditebak, alumnus Institut
Pertanian Bogor itu memperluas penanaman sengon hingga 110.000 bibit. Tak semua
pekebun menapaki jalan mulus seperti Undang Syaefudin, Dian Hadiyanto, dan Asep
Halimi. Beragam rintangan menghadang pekebun sengon buat meraup laba. Peluang
memetik laba besar bakal terhambat jika peke bun tak mengetahui informasi harga
seperti dialami Zaenal Abidin. Mahasis wa pascasarjana Universitas Islam Negeri
Gunungjati Bandung itu pada pertengahan Juli 2008 memanen 1.000 pohon.
Dengan tinggi rata-rata
20 m dan berdiameter 30 cm, pohon-pohon itu meng hasilkan 800 m3. Pengepul cuma
membayar total Rp25-juta. Artinya, guru Madrasah Ibdidaiyah itu menerima harga
Rp31.250 per m3. Padahal saat ini harga sengon di tingkat pekebun mencapai
Rp450.000 per m3. Meski demikian Zaenal Abidin tetap merasa untung. ‘Bibitnya
tidak beli.
Biaya produksi rendah,
paling hanya mencabuti gulma yang saya lakukan sendiri,’ ujar pekebun di
Buniwati, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, itu.
Pasokan langka
Pengguna sengon juga
menemukan hambatan berupa langkanya ketersediaan bahan. Itu dialami oleh PT
Daya Sempurna Cellulosatama, produsen kertas di Bekasi, Jawa Barat.
Bertahun-tahun perusahaan yang berdiri pada 1976 itu memanfaatkan sengon
sebagai bahan baku pulp. Kadar selulosa yang tinggi dan berserat panjang
menyebabkan sengon bagus sebagai bahan baku kertas.
Menurut Gunawan Surya,
direktur pabrik, saat ini sulit menerima pasokan sengon lantaran kayu itu
banyak dibutuhkan beragam industri. Menurut Gunawan , Daya Sempurna
Cellulosatama memerlukan 6.000 ton kayu sengon per bulan. Yang terpasok cuma
1.000 ton. Itulah sebabnya, ia menghentikan penggunaan sengon sebagai bahan
baku. Dulu, pada 1983-1900-an, pasokan sengon ke Daya Sempurna Cellulosatama
lancer lantaran industri perkayuan tak melirik sengon. Namun, ketika sengon
kini menjadi primadona sulit memenuhi kebutuhan itu. Kendala lain adalah
terbatasnya benih berkualitas. Padahal, benih menentukan mutu kayu. Anggapan
bahwa sengon dapat ‘tumbuh sendiri’ tak sepenuhnya benar. Sebab, jika dibiarkan
tumbuh tanpa perawatan berarti sengon menjadi incaran hama dan penyakit. Awal
2007 uret alias larva kumbang itu meluluhlantakkan 190 pohon milik Muhdiyono.
Serangannya serempak, hingga pekebun di Karangwuni, Kecamatan Pringsurat,
Kabupaten Temanggung, itu tak sempat menyelamatkan sengon-sengon berumur 2
bulan.
Tinggal telepon
Jika pekebun mampu melampaui
berbagai aral, meraih laba besar sebuah keniscayaan. Pekebun tinggal
menghubungi perusahaan penggergajian atau eksportir. ‘Menjadi pekebun sengon
memang enak, cukup telepon kapan saja dan tinggal terima uang tanpa harus
menebang,’ kata Amir Rosdiana. Pemilik CV Hasil Bumi itu biasa ‘menjemput’ kayu
di lahan. Begitu mendapat telepon, Amir langsung ke lahan, mengukur lingkar
pohon, dan memanjat pohon hingga 10 meter untuk memperoleh volume kayu. ‘Pohon
yang memiliki lingkar batang 1,2 meter biasanya mencapai 1 m3,’ kata Amir.Itu
artinya ia mesti membayar Rp450.000. Jika kayunya sempurna, lurus,tak cacat
akibat dimakan ulat, harganya melambung Rp800.000 per pohon. Itu bersih
diterima pekebun, tanpa potongan apa pun. Amir mengolah kayu sengon menjadi palet
alias papan tipis berukuran 206 cm x 5,2 cm x 25 cm. Setiap pekan ia
memproduksi 270 palet untuk memenuhi permintaan perusahaan di Jakarta dan
Surabaya. Palet hanya salah satu bentuk pemanfaatan sengon. Sayang, Amir baru
dapat menjemput kayu di kawasan Priangan Timur-Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, dan
Garut. Pekebun di luar tanah Priangan tak perlu khawatir. Masih banyak
penampung sengon. Beberapa di antaranya adalah PT Bina Inti Lesatri, PT
Bineatama Kayone Lestari, PT Dharma Satya Nusantara, PT Kutai Timber Indonesia,
dan PT Sumber Graha Sejahtera (baca: Mudahnya Jual Kayu Sengon halaman 28).
Menurut Ir Himawan
Rahardjo dari PT Dharma Satya Nusantara Temanggung, sengon kayu multiguna. Kayu
pohon asal Maluku itu antara lain berfaedah sebagai bahan bangunan, lantai, dan
pintu. Dharma Satya Nusantara Temanggung memproduksi 5.000 m3 kayulapis per
bulan. Kebutuhan bahan baku mencapai 5.000 m3 log dan 10.000 m3 sawntimber.
Perusahaan yang mempekerjakan 2.000 karyawan itu memerlukan 600.000 pohon
berdiameter rata-rata 25-30 cm setara 600 ha per bulan.
Himawan Rahardjo bakal
meningkatkan produksi 2 kali lipat pada 2009; meningkat 5 kali lipat, lima
tahun ke depan. Artinya, kebutuhan bahan baku juga bakal melonjak.
Kesinambungan produksi DSN tergantung antara lain kepada produksi pekebun di
Magelang, Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo. Maklum, perusahaan itu tak
mengelola perkebunan sendiri.
Perusahaan di
Temanggung, Jawa Tengah, itu mengekspor hasil olahan sengon ke Taiwan,
Singapura, Jepang, Inggris, Belanda, dan Australia. Jika memperhitungkan
kebutuhan kelompok Dharma Satya Nusantara yang terdiri atas 4 perusahaan-3
lainnya di Bekasi, Gresik, dan Surabaya-kebutuhan sengon bakal melonjak. Grup
Dharma Satya Nusantara memproduksi total 250.000 m3 lumber core alias papan
laminating berukuran 204 cm x 102 cm x 3-5 cm, 300.000 m3 papan blok, 100.000
m3 kayu lapis, 200.000 pintu, dan 500.000 m2 lantai per tahun-semua berbahan
baku sengon. Perusahaan yang berdiri pada 29 September 1980 itu semula
mengandalkan hutan alam di Kalimantan. Pada 1988 perusahaan itu pindah ke Jawa.
‘Tak bisa selamanya mengandalkan kayu alam,’ kata Suyono M Raharjo dari Dharma
Satya Nusantara Surabaya.
Makin Luas
Yang berteriak
kekurangan bahan baku bukan cuma grup DSN. PT Bu Jeon, produsen finger joint,
juga kekurangan pasokan. Menurut Hendro Aluan, bagian ekspor Bu Jeon, finger
joint lembaran kayu setebal 3 cm, bersambungan di ujung yang bergerigi, mirip
jari. Faedahnya sebagai bahan baku meja, komponen pintu, dan kerajinan tangan.
Di pasaran internasional harga finger joint US$400-US$415 per m3. Dari
kebutuhan 1.200-1.400 m3 balok kayu sengon per bulan, ‘Hanya 600 m3 yang dapat
terpenuhi,’ ujar Hendro.
Permintaan pasar
internasional terhadap sengon yang terus meningkat sebagai bentuk apresiasi
terhadap kayu budidaya. Dunia mengharapkan hutan Indonesia tetap lestari
sehingga kayu sengon hasil budidaya sebagai alternatif. Pantas permintaan kayu
olahan sengon terus melambung.
Lihatlah PT Bineatama Kayone
Lestari pada 1993-ketika awal berdiri-Cuma mengekspor 5 kontainer barecore
berbahan sengon sebulan. Kini, hampir 2 windu berselang, Taiwan meminta rutin
150 kontainer barecore per bulan. Itu di luar permintaan Timur Tengah 10
kontainer per bulan.
Di pasaran internasional
harga barecore US$220 setara Rp1,98-juta per m3. Barecore adalah papan
berukuran 1,2 m x 2,4 m. Ketebalannya 10 mm dan 13 mm. Menurut Edo Wijaya dari
PT Bineatama Kayone Lestari, kebutuhan bahan baku untuk memproduksi 150
kontainer barecore mencapai 14.000 m3. Taiwan juga meminta 50.000 m3
sawntimber, tetapi baru terpasok 8.000 m3.
Gegap gempita industri
pengolahan sengon itu berimbas di hulu. Para pekebun beramai-ramai
membudidayakan kerabat petai itu. Selain lantaran pangsa pasar besar, harga
jual juga terus membaik. Menurut Heru Jhudiarto, direktur muda Penanaman dan
Lingkungan PT Kutai Timber Indonesia, harga sengon 6 tahun lalu Rp180.000
sekarang Rp670.000 perm3.
Menteri Kehutanan Malam
Sambat Kaban memprediksi harga sengon bakal meningkat. ‘Harga sengon akan terus
meningkat hingga harga rasional yaitu masih lebih murah dibandingkan harga kayu
asal hutan alam. Sekitar 4-5 tahun lagi kira-kira Rp1- juta per kubik. Industri
tak akan bermain-main dengan harga itu karena permintaan ekspor sangat tinggi,’
katanya.
Pantas jika Habib Abdul
Qodir Alhamid, pemilik pondok pesantren di Maron, Probolinggo, mengkoordinir
penanaman sengon hingga 3.200 ha. Begitu juga dengan PT National Plantation
yang mengebunkan 800 ha diTulungagung, Jawa Timur. Menurut komisaris National
Plantation Radius Muntu, varietas yang dikebunkan adalah solomon yang kini
umurnya baru 10 bulan. Kutai Timber Indonesia (KTI) memilih bermitra dengan
para pekebun. Setiap tahun KTI memperluas lahan rata-rata 1.000 ha. Hendri Setiawan
juga bermitra dengan pekebun untuk mengembangkan 130 ha sengon di Cicurug,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Kemudahan memasarkan menjadi daya tarik bagi
pekebun.
mantap........ www.sengonbarokah.blogspot.com
ReplyDeleteArtikelnya sangat menarik gan, permisi mau sharing info penanaman pohon juga dimana kita mendapatkan keuntungan ekonomi tidak hanya dari hasil panennya namun juga dalam kampanyenya. MOhon direview terlebih dahulu gan : http://www.greenwarriorindonesia.com
ReplyDeleteTerimakasih
Aq punya kayu sengon bs rutin tp cara memasarkannya gak tahu .bagaimana caranya Pak?
ReplyDeleteAq punya kayu sengon bs rutin tp cara memasarkannya gak tahu .bagaimana caranya Pak?
ReplyDelete